Translate

Senin, 22 April 2013

Pengembangan Tanaman Sagu

Pengembangan Tanaman Sagu Secara nasional sagu termasuk tanaman unggulan, namun pengembangannya belum ditangani secara intensif. Pengusahaan tanaman sagu dalam hal budidaya tanaman belum dilakukan masyarakat dan merupakan warisan dari pendahulu, sedangkan pada perkebunan swasta telah melakukan pengusahaan tanaman dengan teknik budidaya. PENDAHULUAN Beberapa daerah yang memiliki luas kawasan pertanaman sagu adalah Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Riau. Secara nasional sagu termasuk tanaman unggulan, namun pengembangannya belum ditangani secara intensif. Walaupun telah dimanfaatkan secara luas, tetapi umumnya penanganannya mas ih secara tradisional dan belum dibudidayakan secara intensif. Sagu berpotensi menjadi sumber pangan pokok alternatif setelah beras karena kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi, kemampuan substitusi tepung dalam industri pangan, peluang peningkatan produktivitas, potensi areal serta kemungkinan diversivikasi produk. Oleh karena itu, prospek dan peluang pengembangan sagu sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri cukup menjanjikan. Salah satu daerah yang potensial dan telah mengusahakan pengembangan tanaman sagu untuk digunakan sebagai komoditi utamanya adalah provinsi Riau. Di provinsi ini sagu tersebar di daerah pesisir dan di pulau-pulau besar/kecil kecil, yakni di kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Kampar, Pelalawan, dan Siak. Pada tahun 2001, areal tanaman sagu di Provinsi Riau seluas 61.759 ha yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas 52 344 ha (84, 75 %) dan perkebunan besar swasta seluas 15 415 ha (15,25%). Pengusahaan tanaman sagu dalam hal budidaya tanaman belum dilakukan masyarakat dan merupakan warisan dari pendahulu, sedangkan pada perkebunan swasta telah melakukan pengusahaan tanaman dengan teknik budidaya. Perkebunan swasta yang telah mengusahakan tanaman sagu adalah PT. National Timber and Forest Product yang berkedudukan di Selat Panjang, Bengkalis. Perusahan ini dulunya mengusahakan kayu (HPH) sebagai produk utamanya dan sekarang berubah menjadi HTI Murni Sagu. HTI Murni sagu yang dikelola perusahaan ini dimulai pada tahun 1996, saat ini areal pengembangan yang diusahakan seluas 19.000 ha. BUDIDAYA TANAMAN Hasil studi banding di PT. National Timber and Forest Product yang berkedudukan di Selat Panjang, Bengkalis menunjukkan tahap pengelolaan tanaman sagu yaitu : Perencanaan dan pengadaan bibit Penyiapan bibit Pengangkutan bibit Seleksi bibit Perlakuan pestisida dan fungisida Sistim pembibitan dan penanganannya Lama Bibit di Pesemaian Penanaman di lapang Perencanaan dan Pengadaan Bibit Pada tahap ini hal-hal yang diperhatikan berupa; data inventarisasi potensi dan sumber bibit harus dikelola dengan baik dan hati –hati dalam menginventarisasi potensi bibit disamping itu sistim pengadaan bibit dilakukan dengan sistim kontrak atau melalui perorangann. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengiriman dan pengangkutan dari sumber bibit sampai ke tempat penerimaan, karena akan mempengaruhi kesegaran bibit itu sendiri dan jika terlalu lama bibit akan mengalami dehidrasi. Metoda penanganan bibit perlu dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan kematian untuk itu diperlukan tenaga kerja yang telah memahami dan terampil didalam pengambilan bibit sagu. Penyiapan Bibit Bibit yang diambil sebagai bahan tanaman sebaiknya bibit yang telah matang atau tua. Bibit ini umumnya dapat ditemukan pada kebun yang sudah dipanen 3-4 kali terhadap pohon induknya. Bibit yang baik dengan berat 2-5 kg. Pemisahan bibit dari pohon induknya biasanya dilakukan melalui pemotongan pada daerah leher yang berkayu (keras), akar-akar disekitar stolon mirip akar keras dan akar dipangkas hingga 5 cm dan pelepah dipotong hingga 30-40 cm. Pengangkutan bibit dan Penanganannya Salah satu cara untuk meningkatkan prosentasi hidup bibit yang telah dipisahkan dari pohon induk adalah harus segera diangkut dan ditanam sesegera mungkin. Penundaan waktu penanaman yang disebabkan jauhnya tempat penanaman mengharuskan tanaman tersebut harus disemai dan dalam perjalanan sebaiknya bibit harus tetap dalam kindisi dingin dan lembab. penyemaian hingga 2 minggu sebaiknya bibit Seleksi Bibit Setelah bibit tiba ditempat penyemaian maka diperlukan tindakan untuk seleksi bibit. Penyeleksian bibit berdasarkan : Tingkat Kesegaran bibit, biasanya bibit mempunyai tangkai pelepah hijau mengkilap, jika berwarna kehitaman dan kering menandakan bibit tidak segar/mati. Berat, berat yang baik berkisar 2-5 kg Bentuk dan struktur akar, bibit berbentuk L dan memiliki akar yang cukup Stolon dan pelepah, pemangkasan terhadap stolon dan pelepah tidak terlalu pendek berkisar 30-40 cm Tidak terserang hama dan penyakit, biasanya hama ulat sagu yang menyerang ditandai dengan lubang kecil atau bibit terinfeksi jamur pada daerah pemotongan yang ditandai dengan adanya warna putih keabu-abuan Kematangan, biasanya bibit yang muda mempunyai pangkal yang pendek dan pada bekas pemotongan akan menunjukkan warna putih, sedangkan jika warnanya merah muda berati bibit tersebut sudah matang. Perlakuan Pestisida dan Fungisida Setelah bibit diseleksi, bibit dicelupkan kedalam larutan campuran pestisida tertentu atau fungisida untuk menghindari serangan hama atau jamur. Biasanya larutan pestisida atau fungisida dengan dosis 2 gram/liter atau 2 cc/liter air. Lama perendaman bibit kedalam larutan tersebut ± 5-10 menit setelah itu bibit disemaikan. Sistim Pembibitan Sistim pembibitan yang dilaksanakan pada bibit sagu adalah pesemaian rakit. Pesemaian rakit ini dilaksanakan pada parit dengan air mengalir. Rakit ini bisa terbuat dari bambu atau pelepah tua tanaman dewasa (Gambar 3). Keuntungan menggunakan sistim ini adalah kemampuan tumbuh bibit tinggi serta pemeliharaan tanaman sangat sedikit. Dalam satu rakit berukuran 2 x 1 meter dapat disemaikan 160 – 200 anakan sagu tergantung ukuran bonggolnya dan peletakan anakan dalam rakit pesemaian diatur searah dengan rakit Lama Bibit di Pesemaian Waktu dan lamanya bibit di penyemaian, bibit disemai selama 3 (tiga) bulan. Penyemaian yang terlalu lama akan menyebabkan bibit menjadi besar dan akan menyulitkan dalam proses pengangkutan. Biasanya pertumbuhan bibit di pesemaian sering tidak seragam. Hasil kajian menunjukkan, daya tahan hidup bibit 3, 9 dan 12 bulan masing masing 82 %, 62 % dan 22 %. Oleh sebab itu untuk penanaman adalah bibit yang telah mempunyai 2-3 helai pelepah dan akar baru. Penanaman di lapang Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu pelepah daun dipangkas untuk mengurangi penguapan daun dan dalam membawa bibit tidak bertumpuh pada pelepah mudah (daun tombak) untuk menghindari luka/patah pada bibit. Sistim penanaman bibit adalah segi empat dengan jarak tanam 8 x 8 m atau 10 x 10 m, ukuran lubang 30x30x30 cm dengan waktu sesuai penanaman adalah pada musim hujan Saat ini pertumbuhan tanaman sagu dari PT. National Timber and Forest Product seluas 19.000 ha sangat baik dilapangan. PELUANG PENGEMBANGAN Pengembangan sagu di Indonesia bertujuan untuk mengoptimalkan sumberdaya dan pengolahan secara berkelanjutan (sustainable processing) dalam rangka membangun ketahanan pangan serta terwujudnya agribisnis sagu. Sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan sagu ini adalah teridentifikasinya potensi lahan sagu aktual, kebun koleksi plasma nutfah sagu, rehabilitasi areal sagu, peningkatan produktivitas sagu, diversifikasi produk, optimalisasi pemanfaatan limbah sagu dan peningkatan pendapatan petani sagu. Dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya sagu untuk pengolahan berkelanjutan maka dibutuhkan teknologi sagu, antara lain mencakup aspek-aspek rehabilitasi hamparan sagu, teknologi budidaya mulai dari pembibitan hingga penanaman di lapang, konservasi sagu secara in situ dan ex situ, pengolahan tepung sagu secara mekanik, diversifikasi produk dan pemasaran. Cara yang dilakukan oleh PT. National Timber and Forest Product di Selat Panjang, dapat diaplikasikan di daerah lain yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman sagu. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sagu adalah pada umumnya belum dibudidayakannya tanaman ini, sehingga menyulitkan dalam proses perencanaan produksi dan pengolahan hasil. Upaya-upaya untuk mengintroduksi teknologi budidaya sagu akan menghadapi masalah, antara lain belum semua teknologi budidaya tersedia untuk diterapkan petani. Perluasan areal sagu terbatas pada daerah tertentu, yaitu lahan basah dan rawa serta jenis tanah alluvial. Permasalahan lain yaitu areal sagu dari tahun ke tahun semakin berkurang sebagai akibat (1). Panen dilakukan secara eksplotatif tidak diikuti dengan penanaman kembali, (2). Beralihnya fungsi lahan baik untuk pemukiman maupun usaha pertanian lainnya. Pengembangan sagu membutuhkan pengamatan antara lain menyangkut ketersediaan lahan dan iklim yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman sagu, pengalaman petani mengelola usahatani dengan keterbatasan manajemen, pengendalian kebersihan pada waktu pengolahan dan diversifikasi produk. Selain itu, dibutuhkan perbaikan penerapan teknologi budidaya, karena petani menggunakan anakan sagu dengan umur dan ukurannya yang beragam sebagai bibit, sehingga produksi sagu rendah. Berdasarkan sifat fisik dan kimia yang dimilikinya, sagu dapat dimanfaatkan tidak terbatas pada bahan pangan saja tetapi dapat juga dimanfaatkan untuk bahan baku berbagai industri baik pangan maupun non pangan (industri kertas, dan industri tekstil). Sebagai bahan pangan, pati sagu dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok di beberapa daerah di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini, pati sagu telah dimanfaatkan lebih luas lagi, yaitu sebagai bahan pembuat roti, biskuit, bagea, mi, sirup berkadar fruktosa tinggi dan penyedap makanan Dengan perkembangan teknologi ternyata pati sagu dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan plastik yang dikenal dengan istilah biodegradable plastic (plastik yang mudah terurai) Selain itu, tepung sagu dapat diolah menjadi etanol (gasohol). Di Papua New Guinea, telah dilakukan serangkaian penelitian tentang studi kelayakan produksi etanol dari tepung sagu. Hasil studi menunjukkan bahwa produksi etanol dari tepung sagu adalah layak. Diperkirakan dari pengolahan 1 kg tepung sagu menghasilkan etanol sebanyak 0.56 liter. Selain tepung sagu, ampas sagu kering dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Ampas sagu kering yang diberikan pada ayam pedaging dan peternak dengan takaran 12.5-25.0% dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang buruk. Pemanfaatan ampas sagu kering sebagai pakan ternak akan mengurangi pencemaran lingkungan disekitar tempat pengolahan sagu. Permintaan komoditas sagu baik di dalam negeri maupun luar negeri mengalami peningkatan karena dibutuhkan dalam industri pangan, kertas dan tekstil. Akibat dari makin beragamnya pemanfaatan komoditas sagu dan diikuti meningkatnya permintaan komoditas ini menyebabkan terjadinya eksploitasi tanaman sagu secara besar-besaran. Diperkirakan eksploitasi tanaman sagu sebesar 60 juta pohon per tahun. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya erosi genetik sagu potensial apabila tidak diikuti dengan usaha konservasi dan rehabilitasi PENUTUP Sagu merupakan salah satu sumber pangan alternatif setelah beras karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Provinsi Riau adalah salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan sagu. PT. National Timber and Forest Product yang berkedudukan di Selat Panjang, Bengkalis adalah Perkebunan Swasta di Provinsi Riau yang telah mengusahakan tanaman sagu dengan mengikuti pola budidaya dengan tingkat keberhasilan sudah diatas 80%. Pola pengembangan sagu di Kabupaten Bengkalis, provinsi Riau, berpeluang untuk diterapkan di provinsi/kabupaten sagu lainnya. adimacpal@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar