Translate

Sabtu, 06 April 2013

Pasang Surut Komoditas Cengkeh

Pasang Surut Komoditas Cengkeh Thu, 11/24/2011 - 13:54 | by admin Tanaman cengkeh di tanah air telah banyak mengalami pasang-surut dan sangat berdampak pada ekonomi masyarakat, terutama terhadap peningkatan kesejahteraan para petani cengkeh. Cengkeh merupakan salah satu komoditas andalan, namun produksinya sempat merosot karena adanya tata niaga cengkeh yang menghancurkan industri pertanian ini. Sebagai contoh di era tahun 1970, petani cengkeh di Minahasa menikmati hasil yang luar biasa dan dapat membeli kendaraan bermotor secara tunai hanya dengan menjual satu karung cengkeh. Tetapi dengan adanya peraturan tata-niaga cengkeh masa kejayaan petani cengkeh tinggal menjadi kenangan. Tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Jawa Tengah merupakan penghasil tembakau terbesar di Indonesia yang mencapai 150 ribu ton atau 90% dari produksi tembakau Indonesia. Dari tahun ke tahun ada kecenderungan persentase luas lahan tembakau terhadap arable land mengalami penurunan dari 1,16% pada tahun 1990 menjadi 0,98% pada tahun 2007. Distribusi cengkeh terkonsentrasi di empat pulau yaitu Sulawesi (39%), Jawa (28%), Sumatra (13%) dan Maluku, Papua dan Papua Barat (12%). Pulau lain yang menghasilkan cengkeh kurang dari 10% yaitu Nusa Tenggara (7%) dan Kalimantan (1%) (Gambar 3.7). Berdasarkan provinsi, ada 10 provinsi yang mendominasi penanaman cengkeh (80%) diantaranya yaitu Sulawesi Utara (16,5%), Sulawesi Tengah (9,8%), Sulawesi Selatan (9,1%), Jawa Timur (9,1%), serta Jawa Tengah (8,4%) (Tabel 3.26). Saat ini geliat apresiasi harga terhadap cengkeh mulai membaik, tetapi tidak dengan areal tanaman cengkeh yang digarap oleh para petani, dimana terjadi penurunan luas areal tanaman cengkeh di daerah propinsi Maluku Utara. Daerah penghasil cengkeh di Maluku meliputi Kecamatan Amahe, Kairatu, Seram Barat, Bula, Taniwel, Seram Utara, Werinama, Leihtu, Salahutu, pulau Haruku, Saparua, Nusa Laut, dan Tehoru. Data tahun 1994, luas areal tanaman cengkeh di Prov. Maluku Utara mencapai 38,000Ha dan sumber data dari situs BKPM (bkpm.go.id) menyatakan luas lahan tanaman cengkeh saat ini tinggal 20,090Ha. Hasil perkebunan cengkeh di Maluku umumnya memiliki daerah distribusi utama yaitu Ternate, Bitung hingga Pulau Jawa yakni Surabaya, Malang, dan kota-kota lainnya. Tidak ketinggalan disrtribusi cengkeh juga meliputi hampir seluruh Nusantara, milau dari Pulau Sumatera bahkan menjangkau daerah Papua. Tanaman cengkeh di Maluku masih memerlukan perhatian yang serius. Keseimbangan dan kesinambungan antara pasokan dan kebutuhan perlu dijaga untuk mencegah merosotnya harga ditingkat petani yang dikuatirkan dapat mengganggu pasokan cengkeh. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi cengkeh yang bersumber dari produksi perkebunan rakyat ini, dan hal ini sudah mulai terlihat peningkatan di tiap tahunnya. Harga cengkeh saat ini pun mengalami peningkatan dan sangat membantu para petani cengkeh. Walau demikian harga dikalangan para petani cengkeh masih bervariasi akibat faktor transportasi untuk mengangkut hasil cengkeh dari produksi perkebunan rakyat. Sebagai contoh, harga jual dari petani cengkeh di desa Rutong, Kec. Leitimur – Kodya Ambon, petani cengkeh dapat menjual dengan harga Rp. 200,000.-/Kg; sedangkan warga desa Elpaputih, Kec. Elpaputih – Kab. Seram Bagian Barat hanya mampu menjual Rp. 120,000.-/Kg. Menjemur Cengkeh dan Pala di Desa Rutong, Kec. Leitimur – Kodya Ambon. Banyak upaya yang dilakujkan Pemerintah untuk dan menstabilkan harga cengkeh dan meningkatkan kesejahteraan petani cengkeh, salah satunya dengan membentuk Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) melalui Keppres No. 20 tahun 1992. Tujuan dibentuknya BPPC adalah untuk memelihara stabilitas harga cengkeh di tingkat petani melalui pembelian dan penyanggaan cengkeh hasil produksi dalam negeri milik petani melalui KUD dan penjualan cengkeh kepada pengguna. Namun BPPC dibubarkan tahun 1998 melalui SK No. 22/MPP/Kp/1/1998 sebagai konsekuensi penandatangan Letter of Intent dengan IMF. Sejak dibubarkannya BPPC harga cengkeh mulai naik menjadi Rp 7,420 tahun 1998, Rp 20,000 tahun 1999 dan Rp 30,000 tahun 2000, Tahun 2007, harga cengkeh naik menjadi Rp 39 ribu. Peran pemerintah juga termasuk sebagai pelaku ekonomi, yaitu melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan membantu dstribusi dalam mendorong kegiatan masyarakat dan menopang produktivitas para petani cengkeh. Cengkeh yang sedang dijemur di desa Elpaputih, Kec. Elpaputih – Seram Bagian Barat. Dulu petani cengkeh pernah mengalami masa kejayaannya, tetapi kejayaan itu masih terasa jauh untuk dapat diraih pada masa kini. Walaupun demikian, keadaan saat ini yang berangsur pulih diharapkan tetap dapat mengubah kesejahteraan para petani cengkeh. Sumber : Tri. R. Boediwibowo untuk BeritaDaerah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar